Rabu, 13 Oktober 2010

Komunikasi Massa/ Chatarina Komala/ 09120110008






1.      Tiga paradigma komunikasi :
a.       Positivistik:
Paradigma ini sifatnya objektif dan  makin kuat jika makin banyak orang yang mengatakan "A". Suatu realitas akan dianggap benar ketika terdapat lebih dari satu orang yang mengatakan “Ya”, Dalam paradigma ini, orang mengambil kesimpulan berdasarkan banyak atau sedikitnya jumlah orang yang mengatakan A. Paradigma memandang dan menilai apa adanya sesuai dengan kenyataan dan menelan mentah-mentah suatu realitas yang dianggap benar oleh kebanyakan orang. Teori ini menggunakan pendekatan kualitatif.
b.      Konstruktivistik:
Paradigma ini mengasumsikan bahwa orang tidak mengambil kesimpulan secara langsung melainkan mengambil kesimpulan berdasarkan konstruksi pikiran mereka masing-masing, dengan kata lain, kebenaran merupakan sesuatu yang dikonstruksikan di dalam pikiran masing-masing orang. Berasal dari kata : konstruksi, yang akhirnya mengasumsikan bahwa kebenaran tidak bersifat objektif, melainkan sesuatu yang dikonstruksikan atau dibangun berdasarkan pola pikir mereka masing-masing. Paradigma ini mengatakan bahwa setiap orang punya konstruksinya masing-masing dan orang yang memaknai paradigma ini dapat lebih bisa memahami suatu realita bukan dari kacamata hitam/putih saja. Pandangan setiap orang ini kemudian dikumpulkan, dan diambil kesimpulan sebagai konstruksi bersama.
c.       Kritis :
Paradigma ini meyakini bahwa di balik suatu realita, pasti ada sesuatu yang mendasari atau melatarbelakangi. Paradigma kritis selalu melihat apa yang terjadi di balik suatu peristiwa berserta alasan yang melatarbelakangi dan tidak langsung menerima mentah-mentah infotmasi yang diterima. Paradigma ini melihat sesuatu yang terjadi dengan mencurigai bahwa ada sesuatu yang mendasari (gunung es), dengan kata lain, paradigma ini meyakini adanya suatu sebab-akibat peristiwa tertentu dalam konteks yang sederhana.
                                
2.      Empat Grand Theory
a.      Post-positivistik (merupakan turunan dari paradigma positivistik) :
Teori ini memiliki beberapa ciri utama, yaitu : memandang bukti, fakta, dan/atau data sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, yang memiliki latar belakang atau makna tertentu yang kontekstual dengan lingkungannya. Di dalam teori ini, pengetahuan didapatkan dari hasil penelitian yang orisinil. Pengetahuan/pernyataan diperoleh melalui observasi lapangan, survey, angket, kuesioner, dan lainnya yang sifatnya kuantitatif atau dapat dihitung.
b.      Hermeneutic (konstruksi yang ada dalam benak seseorang) :
Dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey.  Di dalam teori ini, konstruksi yang tercipta di dalam pikiran seseorang, biasanya digunakan untuk mengkaji kitab suci dan berita tertentu. Kebenaran diungkapkan dalam bentuk yang interpretatif, berdasarkan keyakinan tertentu. Pendekatan yang digunakan sinkretik, yaitu menggunakan berbagai pandangan dan praktek. Kebenaran yang diusahakan adalah kebenaran yang dapat diterima oleh mereka yang berkepentingan. Kebenaran ini tidak bersifat bebas nilai.
c.      Normatif (baik dan ideal umumnya berlaku) :                                  
Teori ini menguraikan standar-standar etik dan lebih mengacu pada apa yang benar dan apa yang salah. Teori ini juga menekankan pada segala sesuatu yang sekiranya dapat berlaku secara umum. Pada dasarnya setiap masyarakat memiliki teori normatifnya sendiri.
d.      Critical theory (merupakan turunan dari paradigma kritis, berasal dari Filsafat Karl Max) :
Teori ini mengambil titik fokus pada pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang ditindas. Teori ini lebih bersifat mempertanyakan dan menggugat sesuatu yang umum (berasal dari katanya, Kritis).

3.      a. Munculnya industri media :
Pada tahun 1896, penerbit koran terkemuka (Hearst) mengirim seorang ilustrator ke Cuba untuk menahan kemungkinan pecahnya perang melawan Spanyol. Pengiriman ilustrator mungkin dimaksudkan agar bisa tercetak cerita-cerita perang yang dapat menjual. Pada saat itu, Hearst adalah penerbit salah satu koran terbesar di kota New York, dimana pada waktu itu juga banyak surat kabar yang diterbitkan dengan fokus keuntungan semata. Pertengahan abad ke 19, bertambahnya permintaan masy. mengenai media murah mendorong perkembangan beberapa media baru. Hal itu didukung pula oleh penemuan mesin cetak kecepatan tinggi dan mesin Linotype yang dapat menghasilkan dan mencetak Koran atau surat kabar dengan biaya yang sangat rendah. Sirkulasi koran perang pun pecah di berbagai kota besar dan menyebabkan perkembangan jurnalisme kuning, suatu bentuk jurnalisme yang serius menantang norma-norma dan nilai-nilai sebagian besar pembaca, dan dikhususkan untuk mencari keuntungan tanpa memedulikan kebenaran yang terkait dengan pemberitaan dengan judul-judul yang bombastis dan menarik perhatian banyak orang. Maka muncullah persaingan ketat dengan meningkatkan aksesbilitas melalui harga murah. Industri media merupakan penyebarluasan media dengan tujuan keuntungan secara materi semata.
b. Jenis Propaganda :
·           White propaganda : propaganda ini pada dasarnya benar, menonjolkan kelemahan-kelemahan lawan pada setiap informasi yang diberikan.  Contohnya adalah Iklan Aqua yang menemukan riset adanya bakteri ecoly.
·           Black propaganda : propaganda ini pada dasarnya salah, orang yang melakukan propaganda tidak dapat menyebutkan sumbernya, karena yang diberitakan memang tidak benar-benar terjadi, hanya dirancang/disengaja demi mencapai suatu kepentingan atau menjatuhkan lawan. Bisa dikategorikan sebagai salah satu contoh kebohongan publik, Salah satu contohnya adalah gosip yang beredar dari mulut ke mulut.
·           Grey propaganda : propaganda ini berdasar pada fakta yang masih belum jelas. Bisa dikatakan, hanya berupa gosip semata, kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Contoh : gosip/infotainment.



4.      Teori normatif : Pada awal kemunculan dan kejayaannya media bersifat bebas atau radikal. Media tidak mau diatur, sering memberikan dan mempersuasif pesan buruk, vulgar, dan membawa dampak negatif bagi banyak pihak. Kemudian muncullah para teknokratik yang mengatur media, akan tetapi media tidak mau terlalu diatur dan berkompromi sehingga mendapatkan keputusan bahwa media tetap bebas dan bertanggung jawab. Media diawasi oleh badan sensor pemerintah sehingga memunculkan tanggung jawab sosial dan secara objektif sehingga pada akhirnya dapat memberikan laporan berita yang akurat.

1 komentar: